Semen merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan bangunan permanen baik sederhana maupun bertingkat. Semen merupakan perekat non organik dan biasa digunakan bersama-sama dengan pasir, agregat atau bahan-bahan berupa fiber untuk membuat beton. Semen juga digunakan untuk membuat material-material yang akan digunakan sebagai komponen dalam pekerjaan konstruksi seperti bata berlubang, ornamen cetak dan lain-lain.

Batu kapur (gamping) adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung (tanah liat) adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinker-nya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong (zak) dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
Penggunaan semen dalam pembangunan infrastruktur selama ini telah menjangkau berbagai obyek. Dibidang pemukiman, semen digunakan antara lain untuk perumahan, gedung perkantoran dan fasilitas umum. Di bidang pengairan semen digunakan pada bendungan dan saluran pengairan. Sedangkan di bidang transportasi semen digunakan pada sebagian konstruksi jembatan, sedangkan untuk jalan pada umumnya masih menggunakan aspal.
Semen dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu semen hidraulik dan semen nonhidraulik. Semen hidraulik mengeras setelah terjadi reaksi dengan air sedangkan semen non hidraulik merupakan semen yang tidak dapat mengeras bila terjadi reaksi dengan air. Semen dapat pula digolongkan berdasarkan penggunaannya seperti semen tipe 1 hingga tipe 5.
SEJARAH SEMEN
Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas diberi nama pozzuolana. Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum (bahasa Latin), yang artinya "memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan". Meski sempat populer di zamannya, nenek moyang semen made in Napoli ini tak berumur panjang. Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100 - 1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.
Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut tahun 1700 M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan membuat campuran batu kapur dan tanah liat saat menara suar Eddystone dibangun di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan.
JENIS-JENIS SEMEN MENURUT BPS
Semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester.
Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
Oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
Mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.
Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus : (% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) (%CaO + %MgO)
Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5>1/2 (keras sekali). Namun demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.
MENGHASILKAN CAMPURAN YANG BAIK
Pada dasarnya campuran yang baik dapat diperoleh bila material-material dicampur sampai merata sesuai perbandingan dan memiliki mutu yang baik antara lain: pertama, Pasir yang mutunya baik : bebas lumpur/kandungan tanah atau bahan organik lainnya. Kedua, Batu kali/split bersih dan ukuran butirannya sesuai keperluan. Ketiga, Air cukup bersih dan mempunyai pH netral/tidak asam maupun basa.
MENGHASILKAN BETON BERKUALITAS
Beton yang baik dihasilkan dari hasil adukan yang merata dari kualitas dan proporsi bahan baku yang digunakan (semen, pasir, batu split dan air). Pemakaian air yang berlebihan dapat mengakibatkan porositas dan penurunan kualitas beton. Demikian pula, pemakaian semen yang berlebihan tidak akan memberikan kontribusi yang maksimal pada mutu beton.
PENYIMPANAN MATERIAL YANG DIGUNAKAN CAMPURAN BETON
Semua material yang akan digunakan untuk pengerjaan beton harus tersimpan teratur dan terlindung terhadap kontaminasi dari kotoran, air dan cairan. Disamping itu material harus dilindungi dari kontak langsung dengan bahan yang memiliki kandungan manis, seperti cairan gula atau air tebu.
BEBERAPA HAL SEPUTAR SEMEN
Jangan menggunakan pasir laut (pantai) untuk bahan konstruksi, sebab pasir laut mengandung banyak mineral dan garam karena kandungan garam akan mengakibatkan karat pada baja atau besi dari beton bertulang.
Warna gelap tidak berarti makin kuat. Sebagian dari masyarakat kita masih percaya bahwa semakin gelap warna semen semakin kuat daya rekatnya. Ini adalah pengertian yang keliru, karena warna tidak ada hubungannya dengan kekuatan. Gelap tidaknya warna semen semata-mata disebabkan oleh karakter bahan-bahan baku yang digunakan untuk proses produksinya, sama-sekali tidak berhubungan dengan kualitas semen yang dihasilkan.
Jangan menggunakan standar warna untuk menentukan takaran pemakaian semen dan memilih semen yang warnanya lebih gelap untuk menurunkan jumlah semen yang digunakan, akibatnya kualitas campuran yang dihasilkan menurun.
KESALAHAN YANG SERING MUNCUL DALAM APLIKASI SEMEN
Penyimpanan semen : Pada dasarnya salah-satu sifat semen adalah sangat mudah menyerap air / uap air / kelembaban udara di sekitarnya. Sedikit saja pada lingkungan berair, maka semen akan menyerapnya dan membuatnya menjadi mengeras dan tak dapat digunakan, Oleh karenanya, semen tidak boleh diletakkan langsung di atas permukaan tanah/lantai, sebaiknya diberi alas plastik, karton atau palet kayu.
Jenis semen yang tidak sesuai dengan peruntukan : Ada beberapa jenis semen yang diproduksi oleh pabrikan. Ada semen yang khusus dibuat agar tahan terhadap sulfat, yaitu semen yang digunakan untuk pembuatan saluran irigasi, dam, bendungan, bangunan tepi pantai.
Perbandingan komposi yang tidak tepat : Adukan atau campuran antara semen dan pasir dibedakan menurut penggunanya. Sebagai contoh, perbandingan semen dan pasir untuk plesteran dinding adalah 1 : 7 s/d 8 dan untuk kamar mandi 1 : 3 s/d 5.
Pengerjaan yang tergesa-gesa. Dalam proses pengerjaan plesteran, dinding bata atau batako seharusnya dibasahi terlebih dahulu untuk menghindari timbulnya retak-retak akibat suhu panas dari bata atau batako yang diplester, karena suhu panas tersebut mencari celah keluar. Namun, proses ini sering diabaikan karena dianggap membuang waktu, memakan biaya dan boros air.
Pencampuran semen dan pasir tidak sempurna Pada dasarnya campuran semen dan pasir harus merata terlebih duhulu sebelum ditambah air, namun sering dijumpai bahwa tukang menuang air sebelum campuran merata. Akibatnya, semen dan pasir tidak tercampur secara merata, sehingga ketika diaplikasikan ada bagian yang baik dan ada bagian yang tidak baik (lembek / mudah rontok).
Kualitas pasir tidak baik Pasir yang mengandung tanah / tanah liat / lumpur menyebabkan pemakaian semen lebih boros dibandingkan dengan pasir yang bersih / bebas dari kandungan tanah / tanah liat / lumpur, misalnya pasir dari gunung berapi atau dari pantai yang sudah dicuci. Selain itu, adukan dengan pasir yang kurang baik dapat mengakibatkan daya rekat berkurang. ( dari berbagai sumber)