15.12.10

SOLO THE SPIRIT OF JAVA

Salah satu kota yang cukup dikenal di Jawa Tengah selain Semarang adalah kota Surakarta yang juga mempunyai nama lain yaitu kota Solo atau Sala, yang dari dulu hingga saat ini dianggap sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa. Hal ini dikaitkan dengan adanya sejarah awal orang-orang Jawa yang mengembangkan peri kehidupan dan kebudayaanya dikota ini.

Sejarah Kota Surakarta bermula ketika Sunan Pakubuwana II memerintahkan Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan pasukan Belanda J.A.B. Van Hohendorff untuk mencari lokasi Ibukota Kerajaan Mataram Islam yang baru sebagai ganti keraton di Kartasura yang hancur akibat pemberontakan orang-orang Tionghoa melawan kekuasaan Pakubuwono (PB) II yang bertakhta di Kartasura pada tahun 1742.

Mempertimbangkan faktor fisik dan non fisik, akhirnya terpilih suatu desa di tepi Sungai Bengawan yang bernama desa Sala (1746 M /1671 Jawa). Pada tahun tersebut dimulai pembangunan Keraton Mataram.

Dengan bantuan VOC, pemberontakan dapat ditumpas dan Kartasura direbut kembali, tapi keraton sudah hancur dan dianggap "tercemar". Untuk itu dibangunlah keraton baru 20 km ke arah tenggara dari Kartasura, pada 1745, tepatnya di Desa Sala. Pembangunan kraton baru ini menurut catatan menggunakan bahan kayu jati dari kawasan Alas Kethu, hutan di dekat Wonogiri dan kayunya dihanyutkan melalui sungai.

Secara resmi, keraton mulai ditempati tanggal 17 Februari1745.Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, Surakarta memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing. Solo merupakan salah satu kota pertama di Indonesia yang dibangun dengan konsep tata kota modern. Misalnya kraton yang dibangun berdekatan dengan Bengawan Solo pastinya akan selalu terancam banjir. Karena itu dibangunlah tanggul yang hingga kini masih dapat dilihat membentang dari selatan wilayah Jurug hingga kawasan Solo Baru.

KRATON KASUNANAN SURAKARTA
Kraton Kasunanan Surakarta tentu saja adalah bangunan paling pokok dalam konsep penataan ruang kota Solo. Perencanaan kraton ini mirip dengan konsep yang digunakan dalam pembangunan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Salah satu arsitek istana ini adalah Pangeran Mangkubumi (kelak bergelar Sultan Hamengkubuwono I) yang juga menjadi arsitek utama Keraton Yogyakarta.

Keraton Surakarta tidaklah dibangun serentak pada 1744-45, namun dibangun secara bertahap dengan mempertahankan pola dasar tata ruang yang tetap sama dengan awalnya. Pembangunan dan restorasi secara besar-besaran terakhir dilakukan oleh Susuhunan Pakubuwono X (Sunan PB X) yang bertahta 1893-1939. Sebagian besar keraton ini bernuansa warna putih dan biru dengan arsitektur gaya campuran Jawa-Eropa.

PASAR GEDHE HARDJONAGORO
Pada jaman kolonial Belanda, Pasar Gedhe merupakan sebuah pasar "kecil" yang didirikan di area seluas 10.421 meter persegi, berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur yang sekarang digunakan sebagai Balaikota Surakarta. Bangunan ini di desain oleh arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten yang selesai pembangunannya pada tahun 1930 dan diberi nama Pasar Gede Hardjanagara. Diberi nama Pasar Gedhe karena terdiri dari atap yang besar (Gedhe artinya besar dalam bahasa Jawa). Seiring perkembangan waktu, pasar ini menjadi pasar terbesar dan termegah di Surakarta.

Awalnya pemungutan pajak (retribusi) dilakukan oleh abdi dalem Kraton Surakarta. Mereka mengenakan pakaian tradisional Jawa berupa jubah dari kain (lebar dan panjang dari bahan batik dipakai dari pinggang ke bawah), beskap (semacam kemeja), dan blangkon (topi tradisional). Pungutan pajak kemudian akan diberikan ke Keraton Kasunanan. Pasar Gedhe terdiri dari dua bangunan yang terpisah, masing masing terdiri dari dua lantai. Pintu gerbang di bangunan utama terlihat seperti atap singgasana yang bertuliskan 'PASAR GEDHE. Arsitektur Pasar Gedhe merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya tradisional.

Pada tahun 1947, Pasar Gedhe mengalami kerusakan karena serangan Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian merenovasi kembali pada tahun 1949. Perbaikan atap selesai pada tahun 1981. Pemerintah Indonesia mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari pasar gedhe, digunakan untuk kantor DPU yang sekarang digunakan sebagai pasar buah.

BENTENG VASTENBURG
Dahulu bangunan ini bernama "Grootmoedigheid". Didirikan oleh Jenderal Baron Van Imhoff pada tahun 1745 sebagai benteng pertahanan tentara Hindia Belanda wilayah Jawa Tengah. Benteng didirikan di pusat Surakarta, dekat dengan Keraton Kasunanan agar dapat lebih mudah mengawasi gerak gerik Keraton Kasunanan Surakarta.Benteng ini dahulu merupakan benteng pertahanan yang berkaitan dengan rumah Gubernur Belanda.

Benteng dikelilingi oleh kompleks bangunan lain yang berfungsi sebagai bangunan rumah tinggal perwira dan asrama/mess perwira.Bangunan dikelilingi oleh tembok batu bata setinggi 6m dengan konstruksi bearing wall serta parit dengan jembatan angkat sebagai penghubung.Setelah kemerdekaan pernah berfungsi sebagai kawasan militer dan asrama bagi Brigif-6/ Trisakti Baladaya / Kostrad. Bangunan di dalam benteng dipetak-petak untuk rumah tinggal para prajurit dengan keluarganya.

MASJID AGUNG SURAKARTA
PADA masa lalu merupakan Masjid Agung Negara. Semua pegawai pada Masjid Agung merupakan abdi dalem Keraton, dengan gelar dari keraton misalnya Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan Lurah Muadzin. Masjid Agung dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.

Merupakan masjid dengan katagori MASJID JAMI', yaitu masjid yang digunakan untuk sholat lima waktu dan sholat Jum'at. Dengan status MASJID NEGARA/KERAJAAN karena segala keperluan masjid disediakan oleh kerajaan dan masjid juga dipergunakan untuk upacara keagamaan yang diselenggarakan kerajaan. Masjid Agung merupakan kompleks bangunan seluas 19.180 m2 yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25m. Bangunan Masjid Agung Surakarta secara keseluruhan berupa bangunan tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka.

BANK INDONESIA SURAKARTA
Bank indonesia Surakarta terletak di Gladak Surakarta. Bank ini merupakan peninggalan dan warisan budaya. Bank ini dulunya bernama De Javasche Bank yang diresmikan pada tanggal 25 November 1867 oleh pemerintahan kolonial Belanda. Bangunan ini termasuk bangunan bersejarah dan masih digunakan untuk kegiatan dari Bank Indonesia (diolah dari berbagai sumber/ foto : istimewa)

Home I Portfolio I Jasa I Konsultasi I Arsitektur I Interior I Lansekap I Tips I Perabot I Perkakas I Jalan-Jalan I Hobi I Kontak I Copyrights @2009-2013 Rudy Dewanto Template by x-template