Salah satu kota yang cukup dikenal di Jawa Tengah selain Semarang adalah kota Surakarta yang juga mempunyai nama lain yaitu kota Solo atau Sala, yang dari dulu hingga saat ini dianggap sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa. Hal ini dikaitkan dengan adanya sejarah awal orang-orang Jawa yang mengembangkan peri kehidupan dan kebudayaanya dikota ini.

Mempertimbangkan faktor fisik dan non fisik, akhirnya terpilih suatu desa di tepi Sungai Bengawan yang bernama desa Sala (1746 M /1671 Jawa). Pada tahun tersebut dimulai pembangunan Keraton Mataram.
Dengan bantuan VOC, pemberontakan dapat ditumpas dan Kartasura direbut kembali, tapi keraton sudah hancur dan dianggap "tercemar". Untuk itu dibangunlah keraton baru 20 km ke arah tenggara dari Kartasura, pada 1745, tepatnya di Desa Sala. Pembangunan kraton baru ini menurut catatan menggunakan bahan kayu jati dari kawasan Alas Kethu, hutan di dekat Wonogiri dan kayunya dihanyutkan melalui sungai.
Secara resmi, keraton mulai ditempati tanggal 17 Februari1745.Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, Surakarta memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing. Solo merupakan salah satu kota pertama di Indonesia yang dibangun dengan konsep tata kota modern. Misalnya kraton yang dibangun berdekatan dengan Bengawan Solo pastinya akan selalu terancam banjir. Karena itu dibangunlah tanggul yang hingga kini masih dapat dilihat membentang dari selatan wilayah Jurug hingga kawasan Solo Baru.
KRATON KASUNANAN SURAKARTA
Kraton Kasunanan Surakarta tentu saja adalah bangunan paling pokok dalam konsep penataan ruang kota Solo. Perencanaan kraton ini mirip dengan konsep yang digunakan dalam pembangunan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Salah satu arsitek istana ini adalah Pangeran Mangkubumi (kelak bergelar Sultan Hamengkubuwono I) yang juga menjadi arsitek utama Keraton Yogyakarta.


Pada jaman kolonial Belanda, Pasar Gedhe merupakan sebuah pasar "kecil" yang didirikan di area seluas 10.421 meter persegi, berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur yang sekarang digunakan sebagai Balaikota Surakarta. Bangunan ini di desain oleh arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten yang selesai pembangunannya pada tahun 1930 dan diberi nama Pasar Gede Hardjanagara. Diberi nama Pasar Gedhe karena terdiri dari atap yang besar (Gedhe artinya besar dalam bahasa Jawa). Seiring perkembangan waktu, pasar ini menjadi pasar terbesar dan termegah di Surakarta.




BENTENG VASTENBURG
Dahulu bangunan ini bernama "Grootmoedigheid". Didirikan oleh Jenderal Baron Van Imhoff pada tahun 1745 sebagai benteng pertahanan tentara Hindia Belanda wilayah Jawa Tengah. Benteng didirikan di pusat Surakarta, dekat dengan Keraton Kasunanan agar dapat lebih mudah mengawasi gerak gerik Keraton Kasunanan Surakarta.Benteng ini dahulu merupakan benteng pertahanan yang berkaitan dengan rumah Gubernur Belanda.



PADA masa lalu merupakan Masjid Agung Negara. Semua pegawai pada Masjid Agung merupakan abdi dalem Keraton, dengan gelar dari keraton misalnya Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan Lurah Muadzin. Masjid Agung dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.


BANK INDONESIA SURAKARTA

